PENDIDIKAN DAN KONFLIK SOSIAL DI SEKOLAH
A.
Pendidikan
Definisi
pendidikan dapat kita telusuri dari kata pembentuknya. Pendidikan adalah kata
didik yang mendapat imbuhan ‘pe’ dan ‘an’. Dalam Kamus Besar Bahasa
Indonesia, didik memiliki arti
‘memelihara dan memberi latihan mengenai akhlak dan kecerdasan. Sedangkan
definisi pendidikan sendiri adalah proses pengubahan sikap dan tata laku
seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya
pengajaran dan pelatihan. Jadi dalam hal ini definisi pendidikan adalah proses
atau perbuatan mendidik.
Definisi
pendidikan juga dapat kita lihat pada berbagai literatur dan gagasan yang
disampaikan oleh banyak ahli. Misalnya Ki Hajar Dewantara (1889 – 1959)
mempunyai pendapat mengenai definisi pendidikan. Menurut Bapak Pendidikan
Nasional Indonesia ini pendidikan adalah “Pendidikan umumnya berarti daya upaya
untuk memajukan budi pekerti ( karakter, kekuatan bathin), pikiran (intellect)
dan jasmani anak-anak selaras dengan alam dan masyarakatnya”.
Pendidikan
adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses
pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya
untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian,
kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya,
masyarakat, bangsa dan negara[1].
Berdasarkan
definisi di atas, ditemukan 3 (tiga) pokok pikiran utama yang terkandung di dalamnya, yaitu: (1)
usaha sadar dan terencana; (2) mewujudkan suasana belajar dan proses
pembelajaran agar peserta didik aktif mengembangkan potensi dirinya; dan (3)
memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian,
kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya,
masyarakat, bangsa dan negara. Di bawah ini akan dipaparkan secara singkat
ketiga pokok pikiran tersebut.
Pendidikan
adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses
pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya
untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian,
kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya dan
masyarakat.
Secara
nasional, pendidikan merupakan sarana yang dapat mempersatukan setiap warga
negara menjadi suatu bangsa. melalui pendidikan, setiap peserta didik
difasilitasi, dibimbing dan dibina untuk menjadi warganegara yang menyadari dan
merealisasikan hak dan kewajibannya. Pendidikan juga merupakan alat yang ampuh
untuk menjadikan setiap peserta didik dapat duduk sama rendah dan berdiri sama
tinggi.
Dari
berbagai definisi pendidikan diatas dapat disimpulkan bahwa pendidikan adalah
bimbingan atau pertolongan yang diberikan oleh orang dewasa kepada perkembangan
anak untuk mencapai kedewasaannya dengan tujuan agar anak cukup cakap
melaksanakan tugas hidupnya sendiri tidak dengan bantuan orang lain.
B.
Konflik
Konflik
dilatarbelakangi oleh perbedaan ciri-ciri yang dibawa individu dalam suatu
interaksi. perbedaan-perbedaan tersebut diantaranya adalah menyangkut ciri
fisik, kepandaian, pengetahuan, adat istiadat, keyakinan, dan lain sebagainya.
Dengan dibawasertanya ciri-ciri individual dalam interaksi sosial, konflik
merupakan situasi yang wajar dalam setiap masyarakat dan tidak satu masyarakat
pun yang tidak pernah mengalami konflik antar anggotanya atau dengan kelompok
masyarakat lainnya, konflik hanya akan hilang bersamaan dengan hilangnya
masyarakat itu sendiri.
Konflik
bertentangan dengan integrasi. Konflik dan Integrasi berjalan sebagai sebuah
siklus di masyarakat. Konflik yang terkontrol akan menghasilkan integrasi.
sebaliknya, integrasi yang tidak sempurna dapat menciptakan konflik.
1.
Pengertian
Konflik
berasal dari kata kerja Latin configere yang berarti saling memukul. Secara
sosiologis, konflik diartikan sebagai suatu proses sosial antara dua orang atau
lebih (bisa juga kelompok) dimana salah satu pihak berusaha menyingkirkan pihak
lain dengan menghancurkannya atau membuatnya tidak berdaya.
Menurut
Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) konflik diartikan sebagai percekcokan, perselisihan
atau pertentangan. Secara sosiologis, konflik diartikan sebagai suatu proses
sosial antara dua orang atau lebih (atau juga kelompok) yang berusaha
menyingkirkan pihak lain dengan cara menghancurkan atau membuatnya tak berdaya.
Soerjono
Soekanto : Suatu proses sosial individu atau kelompok yang berusaha memenuhi
tujuannya dengan jalan menentang pihak lawan yang disertai dengan ancaman dan
atau kekerasan.
Gillin
and Gillin : konflik adalah bagian dari sebuah proses sosial yang terjadi
karena adanya perbedaan-perbedaan fisik, emosi , kebudayaan dan perilaku.
Lewis
a. Coser : adalah perselisihan mengenai nilai nilai atau tuntutan tuntutan
berkenaan dengan status, kuasa dan sumber sumber kekayaan yang persediaannya
terbatas.
Leopod
Von Wiese :suatu proses sosial dimana orang perorangan atau kelompok manusia
berusaha untuk memenuhi apa yang menjadi tujuannya dengan jalan menentang pihak
lain disertai dengan ancaman dan kekerasan.
Duane Ruth-hefelbower :adalah kondisi
yang terjadi ketika dua pihak atau lebih menganggap ada perbedaan posisi yang
tidak selaras, tidak cukup sumber dan tindakan salahsatu pihak menghalangi,
atau mencampuri atau dalam beberapa hal membuat tujuan pihak lain kurang
berhasil.
2.
Pandangan
tentang konflik
a. Tradisional:
konflik negatif karena dapat merusak solidaritas sosial.
b. Modern:
konflik positif karena hidup menjadi dinamis.
c. Netral:
konflik merupakan hal yang wajar karena manusia berbeda-beda sehingga akan
timbul konflik
3.
Faktor-faktor
Penyebab Konflik
Soejono
Soekanto mengemukakan 4 faktor penyebab terjadinya konflik yaitu :
perbedaan
antarindividu, perbedaan kebudayaan , perbedaan kepentingan dan perubahan
sosial.
a. Perbedaan
antarindividu
Merupakan
perbedaan yang menyangkut perasaan, pendirian, atau ide yang berkaitan dengan
harga diri, kebanggan, dan identitas seseorang.
Sebagai
contoh terdapat siswa yang ingin suasana belajar tenang tetapi siswa yang lain ingin
belajar sambil bernyanyi, karena menurut siswa tersebut belajar sambil
bernyanyi itu sangat mundukung. Kemudian timbul amarah dalam siswa yang lain.
Sehingga terjadi konflik.
b. Perbedaan
Kebudayaan
Kepribadian
seseorang dibentuk oleh keluarga dan masyarakat . tidak semua masyarakat
memiliki nilai-nilai dan norma yang sama. Apa yang dianggap baik oleh satu
masyarakat belum tentu baik oleh masyarakat lainnya.
Interaksi
sosial antarindividu atau kelompok dengan pola kebudayaan yang berlawanan dapat
menimbulkan rasa amarah dan benci sehingga berakibat konflik.
c. Perbedaan
Kepentingan
Setiap
kelompok maupun individu memiliki kepentingan yang berbeda pula. Perbedaan
kepentingan itu dapat menimbulkan konflik diantara mereka.
d. Perubahan
Sosial
Perubahan
yang terlalu cepat yang terjadi pada suatu masyarakat dapat mengganggu
keseimbangan sistem nilai dan norma yang berlaku, akibatnya konflik dapat
terjadi karena adanya ketidaksesuaian antara harapan individu dengan
masyarakat.
Sebagai
contoh kaum muda ingin merombak pola perilaku tradisi masyarakatnya, sedangkan
kaum tua ingin mempertahankan tradisi dari nenek moyangnya. Maka akan timbulah
konflik diantara mereka.
C.
Konflik
di sekolah
Terdapat
berbagai bentuk konflik, berikut ini adalah macam-macam konflik yang dapat
terjadi
Menurut
Lewis A. Coser konflik dibedakan menjadi 2 yaitu :
o
Konflik realistis
berasal dari kekecewaan individu atau kelompok terhadap sistem atau tuntutan
yang terdapat dalam hubungan sosial.
o
Konflik nonrealistis
adalah konflik yang bukan berasal dari tujuan-tujuan persaingan yang
antagonis(berlawanan), melainkan dari kebutuhan pihak-pihak tertentu untuk
meredakan ketegangan.
Berdasarkan
kedua bentuk konflik diatas Lewis A. Coser membedakannya lagi kedalam dua
bentuk konflik berbeda, yaitu :
o
Konflik In-group adalah
konflik yang terjadi dalam kelompok itu sendiri
o
Konflik Out-Group adlah
konflik yang terjadi antara suatu kelompok dengan kelompok lain.
Menurut
Soerjono Soekanto konflik dibedakan menjadi 5 bentuk, yaitu :
Konflik
atau pertentangan pribadi, Konflik atau pertentangan rasial, Konflik atau
pertentangan antar kelas-kelas sosial,
Konflik atau pertentangan politik, dan Konflik atau pertentangan yang
bersifat internasional
a. Berdasarkan
Sifatnya Konflik dibagi menjadi 2, yaitu
·
Konflik destruktif,
merupakan konflik yang muncul karena adanya perasaan tidak senang , rasa benci
dan dendam dari seseorang ataupun kelompok orang . Pada titik tertentu konflik
ini dapat merusak atau menghancurkan sebuah hubungan.
·
Konflik konstruktif,
merupakan konflik yang bersifat fungsional, konflik ini muncul karena adanya
perbedaan pendapat dari kelompok-kelompok dalam menghadapi suatu permasalahan.
Konflik ini menghasilkan konsesus dari perbedaan pendapat menuju sebuah
perbaikan.
b. Berdasrkan
posisi pelaku yang berkonflik
·
Konflik vertikal,
konflik antar komponen masyarakat didalam suatu struktur yang bersifat hirarkis
·
Konflik horisontal,konflik
antara individu atau kelompok yang memiliki kedudukan relatif sama.
·
Konflik diagonal,
merupakan konflik yang terjadi karena adanya ketidakadilan aloksi sumber daya
ke seluruh organisasi sehingga menimbulkan pertentangan ekstrim, contoh konflik
poso
c. Berdasarkan
sifat pelaku yang berkonflik
·
Konflik terbuka,
merupakan konflik yang diketahui semua pihak, contoh konflik antara Israel
dengan Palestina
·
Konflik tertutup,
konflik yang hanya diketahui oleh orang-orang atau kelompok yang terlibat
konflik
d. Berdasarkan
konsentrasi aktivitas Manusia di dalam masyarakat:
·
Konflik sosial,
merupakan konflik yang terjadi akibat adanya perbedaan kepentingan sosial dari
pihak yang berkonflik. Konflik sosial dibedakan menjadi dua,yaitu :
·
Konflik sosial vertikal
: konflik yang terjadi antara masyarakat dengan negara.
Konflik
sosial horisontal : konflik yang terjadi antar etnis, suku atau agama
D.
Upaya
penyelesaian konflik di sekolah
Konflik
tidak akan terjadi apabila masyarakat dapat dikendalikan dengan baik, sehingga kerugian
akibat dari konflik dapat ditekan sedemikian rupa. Ada tiga macam bentuk
pengendalian konflik sosial, yaitu:
1. Konsoliasi.
Merupakan
bentuk pengendalian konflik sosial yang utama. Pengendalian ini terwujud
melalui lembaga tertentu yang memungkinkan tumbuhnya pola diskusi dan
pengambilan keputusan. Pada umumnya, bentuk konsiliasi terjadi pada masyarakat
politik. Lembaga parlementer yang di dalamnya terdapat berbagai kelompok
kepentingan akan menimbulkan pertentangan-pertentangan. Untuk menyelesaikan permasalahan
ini, biasanya lembaga ini melakukan pertemuan untuk jalan damai. Untuk dapat
berfungi dengan baik dalam melakukan konsiliasi, maka ada empat hal yang harus
dipenuhi yaitu:
a. Lembaga
tersebut merupakan lembaga yang bersifat otonom.
b. Kebudayaan
lembaga tersebut harus bersifat monopolitis.
c. Peran
lembaga tersebut harus mengikat kepentingan semua kelompok.
d. Peran
lembaga tersebut harus bersifat demokratis.
2. Mediasi
Merupakan
pengendalian konflik yang dilakukan dengan cara membuat konsensus di antara dua
pihak yang bertikai untuk mencari pihak ketiga yang berkedudukan netral sebagai
mediator dalam penyelesaian konflik. Pengendalian ini sangat berjalan efektif
dan mampu menjadi pengendalian konflik yang selalu digunakan oleh masyarakat.
Misalnya pada konflik berbau sara di Poso, dimana pemerintah menjadi mediator
menyelesaikan konflik tersebut tanpa memihak satu sama lainnya.
3. Arbitasi
Merupakan
pengendalian konflik yang dilakukan dengan cara kedua belah pihak yang
bertentangan bersepakat untuk menerima atau terpaksa hadirnya pihak ketiga yang
memberikan keputusan untuk menyelesaikan konflik. Ketiga jenis pengendalian
konflik ini memiliki daya kemampuan untuk mengurangi atau menghindari
kemungkinan terjadinya ledakan sosial dalam masyarakat.
Cara
lain sebagai wujud penyelesaian konflik yaitu dengan cara produktif dan cara
non produktif.
1.
Cara
produktif :
a. Withdrawal
(penarikan), yaitu menunggu sambil berusaha memahami situasi, setelah kira-kira mampu dan yakin dapat
berhasil, baru melangkah untuk mengatasinya.
b. Assertif
(tegas), yaitu berusaha mengatasi secara tegas dan dengan cara yang baik, serta
berusaha membina hubungan yang baik dengan pihak lain ditandai dengan adanya
kemauan baik untuk saling mengerti dan memahami alasan, pertimbangan, dan
kepentingan pihak lain.
c. Adjusting
(menyesuaikan), yaitu berusaha menyesuaikan diri dengan pihak lain.
2.
Cara
tidak produktif:
a. Avoidance
(penghindaran), yaitu menghindar dari konflik.
b. Force
(kekuatan, paksaan), yaitu menggunakan kekuatan fisik, ancaman, teror, dan
paksaan.
c. Mengabaikan
adanya konflik karena menganggap konflik tersebut tidak penting.
d. Blame
(menyalahkan), yaitu menyalahkan orang lain karena sumber konflik tidak jelas.
e. Silencers
(peredam), yaitu bersikap supaya orang lain diam dengan cara menangis,
menggunakan kata sarkasme yang menyinggung masalah pribadi.
Cara Menyelesaikan
Konflik (Akomodasai)
a.
majority rule :
keputusan yang diambil berdasarkan suara terbanyak dalam voting. Contoh :
Ketika para siswa hendak mengadakan widyawisata, terjadilah perbedaan dalam menentukan
objek. Untuk mencapai kata mufakat diadakan voting.
b.
conciliation
(konsiliasi) : mempertemukan pihak-pihak yang bertikai untuk membuat
kesepakatan bersama.
c.
stalemate : berhenti
pada titik tertentu karena kekuatan seimbang.
d.
elimination : pengunduran
diri salah satu pihak yang terlibat dalam konflik.
e.
integration :
mempertimbangkan kembali pendapat-pendapat sampai diperoleh suatu keputusan
yang memaksa semua pihak.
f.
arbitrasi : mengundang
pihak ketiga yang memberikan keputusan. Keputusan mengikat pihak yang konflik. Contoh
: Mahkamah Konstitusi (MK) mengambil keputusan tentang sah atau tidaknya suatu
pasal dalam undang-undang yang menjadi sengketa di antara lembaga-lembaga
negara.
g.
mediasi : mengundang
pihak ketiga untuk memberikan nasihat.
h.
kompromi : mengurangi
tuntutan.
i.
toleransi : menghargai
perbedaan.
j.
koersi : paksaan.
E.
Dampak
Sebuah Konflik
Dampak
sebuah konflik memiliki 2 sisi yang berbeda yaitu dilihat dari segi positif dan
dari segi negatif.
Segi
positif dari konflik adalah sebagai berikut:
·
Konflik dapat
memperjelas aspek-aspek kehidupan yang belum jelas atau masih belum tuntas di
telaah.
·
Konflik memungkinkan
adanya penyesuaian kembali norma-norma, nila-nilai, serta hubungan-hubungan
sosial dalam kelompok bersangkutan dengan kebutuhan individu atau kelompok.
·
Konflik meningkatkan
solidaritas sesama anggota kelompok yang sedang mengalami konflik dengan
kelompok lain.
·
Konflik merupakan jalan
untuk mengurangi ketergantungan antarindividu dan kelompok.
·
Konflik dapat membantu
menghidupkan kembali norma-norma lama dan menciptakan norma baru.
·
Konflik dapat berfungsi
sebagai sarana untuk mencapai keseimbangan antara kekuatan-kekuatan yang ada di
dalam masyarakat.
·
Konflik memunculkan
sebuah kompromi baru apabila pihak yang berkonflik berada dalam kekuatan yang
seimbang.
Segi
negatif dari konflik :
·
Keretakan hubungan
antarindividu dan persatuan kelompok.
·
Kerusakan harta benda
dan hilangnya nyawa manusia.
·
Berubahnya kepribadian
para individu.
·
Munculnya dominasi
kelompok pemenang atas kelompok yang kalah.
Permasalahan dalam
dunia pendidikan
1.
Kekerasan
Kekerasan dalam institusi pendidikan
dapat terjadi ketika komunitas pendidikan di dalam sekolah dalam hubungan
sosialnya tidak selamanya berjalan mulus karena setiap individu memiliki
kecenderungan kepribadian masing-masing, memiliki latar belakang budaya, agama,
masing-masing dan tidak selalu interaksi yang dilakukan menyenangkan[2].
Kekerasan atau intimidasi sudah sering
menjadi kasus dalam suatu sekolah. Intimidasi
tersebut tidak hanya dilakukan oleh siswa namun juga melibatkan warga
sekolah yang lain. Seperti:
intimidasi siswa kepada siswa lain,
intimidasi guru kepada siswa, sesama
guru dan orang tua,
intimidasi karyawan pada guru dan siswa,
intimidasi kepala sekolah pada guru,
karyawan, siswa, dan orag tua,
serta intimidasi orang tua pada guru,
karyawan sekolah, kepala sekolah dan anak-anak mereka.
Kekerasan dalam sekolah sudah terjadi
semenjak siswa tersebut masuk dalam sekolah. Biasanya terjadi pada saat MOS(
masa orientasi siswa). Dalam MOS tersebut banyak senior yang mengintimidasi
siswa baru dan kebanyakan dengan tindakan kekerasan sehingga bnayak menimbulkan
korban karena tidak hanya menyakiti fisik saja namun juga mentalnya, bahkan
pada beberapa sekolah hingga terdapat siswa yang meninggal dunia.
Solusi dari tindak kekerasan tersebut
adalah dengan membangun lembaga swadaya pendidikan bagi siswa yang tetangkap
karena perilaku kekerasan. Dalam lembaga tersebut menekankan pada latihan fisik
dengna pendekatan klasikal. Atau dengan metode ceramah tentang perilaku yang
baik[3].
2.
Putus
Sekolah
Putus
sekolah merupakan predikat bagi peserta didik yang tidak mampu menamatkan
pendidikannya pada jenjang tertentu sehingga tidak dapat melanjutkan pendidikan
ke jenjang berikutnya[4].
Beberapa
faktor yang melatar belakangi seorang anak putus sekolah yaitu:
a. Ekonomi,
biasanya seorang anak dari keluarga yang kurang mampu menjadi putus sekolah
krena ketidakmampuan orang tua dalam membiayai pendidikan anaknya sehingga
mereka terpaksa harus putus sekolah.
b. Konflik,
seorang siswa mungkin meresa tidak nyaman dengan teman sebayanya atau seniornya
karena suatu konflik di sekolah tersebut, misalnya mereka mempunyai musuh atau
melakukan perbuatan yang melanggar aturan disekolah.
c. Tindakan
kriminal, misalnya seorang siswa yang berurusan dengan pihak yang berwajib
karena melakukan tindakan kriminal sehingga berdampak pada pendidikannya
sehingga siswa tersebut putus sekolah atau bahkan dikeluarkan dari sekolah.
d. Akses
yang sulit, biasanya hal ini terjadi peada daerah terpencil dimana seorang siswa
harus menempuh jarak yang jauh dan medan yang sulit untuk mencapai sekolahnya
sehingga banyak diantra mereka yang memilih untuk tidak bersekolah lagi.
e. Bencana
Alam, faktor alam juga mempengruhi seorang anak putus sekolah. Misalnya terjasi
gempa bumi, banjir, gunung meletus, tsunami yang dapat menghancurkan sekolah
mereka sehingga mereka mennjadi putus sekolah.
Solusi
dari kasus ini adalah dengan
a. Langkah
preventiv, yaitu dengan membekali peserta didik dengan
keterampilan-keterampilan yang praktis dan bermanfaatsejak dini.
b. Langkah
pembinaan, yaitu dengan membekali peserta didik dengan pengetahuan-pengetahuan
perkembangan zaman melalui lembaga sosial.
c. Langkah
tindak lanjut, yaitu dengan memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada mereka
untuk lebih maju dan berkehidupan yang lebih baik dalam masyarakat[5].
3.
Kenakalan
Remaja
Menurut
Prof. Dr. Fuad Hasan bahwa kenakalan remaja yaitu perbuatan anti sosial yang
dilakukan oleh anak atau remaja yang apabila dilakukan oleh orang dewasa maka
dinamakan tindak kejahatan[6].
Beberapa
contoh kenakalan remaja:
a. Ngebut,
yaitu mengendarai kendaraan bermotor dengan melampaui batas maksimal sehingga
mengganggu dan membahayakan pengendara yang lain.
b. Peredaran
pornografi dikalangan pelajar
c. Anak
yang suka merusak barang orang lain
d. Membentuk
geng dengan norma yang menyeramkan
e. Berpakaian
dengan mode yang tidak selaras dengna lingkungan serta tidak enak dipandang
Beberapa penyebab
kenakalan remaja:
a. Lingkungan
keluarga yang tidak harmonis, sehingga seorang anak kurang perhatian dan kasih
sayang dan menyalurkan kekecewaan tersebut dengan mencari kegiatan yang negatif
diluar keluarganya
b. Situasi,
keadaan rumah tangga, sekolah dan lingkungan yang menjemuhkan dan membosankan
yang seharusnya menyengakan.
c. Lingkungan
masyarakat yang kurang menentu bagi prospek kehidupan mendatang. Seperti
lingkungan korupsi, manipulasi.
Kebijakan
yang digunakan untuk mengatasi kenakalan remaja tersebut adalah dengan:
a. Menciptakan
suasana keluarga yang harmonis dan penuh kasih sayang sejak dini.
b. Disekolah,
hendaknya kultur atau budaya, kritis, akademis, serta kreatif dibina dengan
maksimal agar terbentuk kestabilan emosi sehingga tidak mudah mengguncang dan
menimbulkan akses-akses yang mengarah pada perbuatan yang berbahaya serta
bersifat kenakalan.
c. Lingkungan,
sebaiknya semua lapisan masyarakat serta tokoh-tokoh masyarakat seperti pemuka
agama, pemerintah daerah, penguasa setempat, penegak hukum, tenaga medis,
pendidik, psikiater, organisasi sosial, dan sebagainya secara padu mengambil
andil dalam terbentuknya masyarakat yang lebih terprogram[7].
LAILI MASRUROH
10410082
[1] Undang - Undang No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional,
Pasal 1
[2] Muhammad Rifa’i. Sosiologi Pendidikan: struktur dan interaksi sosial
di dalam institusi pendidikan. Ar-Ruzz Media. Yogyakarta. 2011. Hal 189.
[3] Muhammad Rifa’i. Sosiologi Pendidikan: struktur dan interaksi sosial
di dalam institusi pendidikan. Ar-Ruzz Media. Yogyakarta. 2011. Hal 190.
[4] Muhammad Rifa’i. Sosiologi Pendidikan: struktur dan interaksi sosial
di dalam institusi pendidikan. Ar-Ruzz Media. Yogyakarta. 2011. Hal 201.
[5] Muhammad Rifa’i. Sosiologi Pendidikan: struktur dan interaksi sosial
di dalam institusi pendidikan. Ar-Ruzz Media. Yogyakarta. 2011. Hal 203.
[6] Muhammad Rifa’i. Sosiologi Pendidikan: struktur dan interaksi sosial
di dalam institusi pendidikan. Ar-Ruzz Media. Yogyakarta. 2011. Hal 2016.
[7] Muhammad Rifa’i. Sosiologi Pendidikan: struktur dan interaksi sosial
di dalam institusi pendidikan. Ar-Ruzz Media. Yogyakarta. 2011. Hal 224.
Friday, December 07, 2012
|
Labels:
sosiologi
|
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
about me
Ley's. Powered by Blogger.
Blog Archive
-
▼
2012
(10)
-
▼
December
(10)
- PENDIDIKAN NASIONAL DALAM BERBAGAI PERSPEKTIF
- FILSAFAT PENDIDIKAN ALIRAN IDEALISME
- FILSAFAT
- TEORI TERBENTUKNYA ALAM SEMESTA
- Filsafat Pendidikan Perenialisme
- PENDIDIKAN DAN KONFLIK SOSIAL DI SEKOLAH
- BIDANG TUGAS KEPROFESIONALAN GURU
- Peran, Tugas dan Tanggung Jawab Kepala Sekolah
- TEORI TERBENTUKNYA ALAM SEMESTA
- Pendidik, Peserta Didik dan Lingkungan dalam Filsa...
-
▼
December
(10)
0 comments:
Post a Comment