islam dan demokrasi
SIKAP
ISLAM TERHADAP DEMOKRASI
Makalah ini dibuat guna memenuhi tugas kelompok Mata Kuliah
Islam dan Budaya Lokal
Dosen Pengampu : Drs. Zainal Abidin, M.Pd.
Disusun
oleh:
1.
Yunida Apriyani 10410043
2.
Hanatul Malikhah 10410044
3.
Hani Septiana Sari 10410054
4.
Isnaini Nurwisti 10410062
5.
Ikhwan Mutaqin 10410067
6.
Nur Lestariningsih 10410070
7.
Alfiyatus Sodiqoh 10410072
8.
Septiana Dwi Anggraeni 10410073
9.
Dyesi Kumala Sari
VI-PAI-D
JURUSAN
PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS
TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS
ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA
YOGYAKARTA
2013
BAB I
PENDAHULUAN
Demokrasi merupakan salah satu sistem politik
yang dianut oleh sebagian besar negara di dunia. Termasuk salah satunya negara
Indonesia yang notabene tercatat sebagai negeri mayoritas umat Islam. Demokrasi
sebagai sebuah sistem menjalankan roda kehidupan saat ini (termasuk di
negeri-negeri kaum muslimin), menimbulkan pengaruh yang dahsyat terhadap
tatanan kehidupan.
Demokrasi mejadi sebuah metode untuk menata dan
mengatur tatanan kehidupan masyarakat. Demokrasi sering diartikan sebagai
penghargaan terhadap hak-hak asasi manusia, partisipasi dalam pengambilan
keputusan dan persamaan hak di depan hukum. Penghormatan terhadap suara
mayoritas dan kebebasan pribadi bagi warga masyarakat dan sebagainya merupakan
tipologi nyata demokrasi.
Dewasa ini demokrasi yang dijalankan dalam
tatanan sistem sudah tidak lagi menggunakan filterisasi. Seperti peristiwa yang
marak terjadi di negara Barat, yang menerima penghalalan dan pelegalan
perkawinan sesama jenis. Hal ini dilakukan dengan mengatasnamakan “hak asasi
manusia” yang merupakan bagian dari demokrasi. Dalam pandangan Islam hal
demikian tidaklah sesuai. Islam telah mengajarkan hak-hak yang diperbolehkan
bagi umatnya tanpa melakukan penyimpangan.
Islam memandang masyarakat memiliki hak untuk
menentukan nasibnya sendiri dan dalam pemerintahan Islam mereka dapat menghirup
udara kebebasan personal dan sosial. Akan tetapi Islam, tidak menerima sebagian
wacana demokrasi yang dikembangkan oleh Barat. Dalam Islam, apabila suara
mayoritas bertentangan dengan kehormatan dan kemuliaan (karâmah) manusia
maka suara mayoritas tersebut tidak bernilai apa pun dan juga tidak memiliki
legalitas dalam pandangan Islam. Banyak wacana lain demokrasi lebih baik dan
menawan dipraktikkan dalam Islam ketimbang apa yang dijalankan Barat. Dengan
kata lain, agama dan demokrasi tidak bertentangan secara keseluruhan juga tidak
sejalan secara keseluruhan. Pada hakikatnya apa yang diterima Islam adalah
demokrasi agamis.
Dalam makalah ini akan dibahas lebih lanjut
tentang sikap islam terhadap demokrasi yang terdapat di Indonesia serta
problematika yang terjadi.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Permasalahan Islam dan Demokrasi
Demokrasi
adalah bentuk pemerintahan yang semua warga negaranya memiliki hak setara
dalam pengambilan keputusan yang dapat mengubah hidup mereka. Demokrasi
mengizinkan warga negara berpartisipasi—baik secara langsung atau melalui
perwakilan—dalam perumusan, pengembangan, dan pembuatan hukum. Demokrasi mencakup kondisi sosial, ekonomi,
dan budaya yang memungkinkan adanya praktik kebebasan
politik secara
bebas dan setara. (http://id.wikipedia.org/wiki/Demokrasi)
Demokrasi
adalah bentuk atau mekanisme sistem
pemerintahan suatu
negara sebagai upaya mewujudkan kedaulatan rakyat (kekuasaan warganegara) atas negara untuk dijalankan oleh pemerintah negara tersebut. Salah satu pilar demokrasi adalah prinsip trias
politica yang
membagi ketiga kekuasaan politik negara (eksekutif, yudikatif dan legislatif) untuk diwujudkan dalam tiga jenis lembaga
negara yang saling lepas (independen) dan berada dalam peringkat yang sejajar satu
sama lain. Kesejajaran dan independensi ketiga jenis lembaga negara ini
diperlukan agar ketiga lembaga negara ini bisa saling mengawasi dan saling
mengontrol berdasarkan prinsip checks
and balances.
Indonesia
adalah salah satu negara yang menjunjung tinggi demokrasi. Wilayah Asia Tenggara,
Indonesia adalah negara yang paling baik menjalankan demokrasinya. Demokrasi
merupakan sebuah tatanan Negara /pemerintahan yang bersumber dari rakyat, oleh
rakyat, untuk rakyat (benyamin
Franklin). Demokrasi memberikan kepada manusia dua hal yakni hak membuat hokum dan hak
memilih penguasa. Apabila
sudah ada hukumnya maka memusyawarahkannya itu haram.
Manusia hanya boleh membahas mengenai masalah teknis saja.
Bila yang dimusyawarahkan itu berkaitan dengan
masalah Uslub (Teknis) maka boleh pendapat manusia diminta. Contoh : dalam musyawarah itu akan dibahas masalah
status minuman kemaksiatan, maka dalam hal ini tidak boleh ada pendapat manusia
yang mendukung. Sebab statusnya sudah jelas Haram, yang perlu dimusyawarakan
adalah masalah uslub (teknis) pelarangannya dilapangan. Misalnya
siapa bagian operasi sweping di toko-toko minuman, siapa bagian memburu
produsennya, siapa yang menghukum pelakunya dll.
Akan tetapi sistem demokrasi di Indonesia ternyata memunculkan konflik antar agama. Terdapat pro dan kontra antara agama yang satu dengan yang lain tentang demokrasi. Indonesia yang tengah
dihadapkan oleh tantangan seperti sering munculnya benturan-benturan atau
konflik diantara umat
beragama. Sebagai contoh kasus tersebut adalah konflik antar umat beragama di
Poso, Ambon, dan sejumlah tempat yang lain.
Akhir-akhir ini juga sering mendengar kata-kata sesat yang muncul dari
kalangan mayoritas. Kata sesat biasanya hanya digunakan untuk memberikan
justifikasi kepada aliran-aliran yang menyimpang dari ajaran Islam. Cita-cita untuk menjadikan Negara Islam menjadi motif besar dalam tindak kekerasan
yang terjadi selama ini. Kelompok –kelompok radikal beranggapan bahwa
carut-marut negara ini hanya bisa diselesaikan dengan
mengganti syari’at Islam sebagai dasar Negara. Diantara beberapa aliran agama
yang muncul sebagai contoh aliran adalah Hizbut Tahrir Indonesia yang kita
sebut-sebut sebagai HTI. Aliran
tersebut menolak demokrasi yang ada di
Indonesia, mereka merongrong penduduk Indonesia secara perlahan untuk
menjalankan misinya yakni menjadikan Indonesia sebagai Negara khilafah. Sebagai
contoh lain misalnya NII yang juga mempunyai
misi yang sama yakni ingin mendirikan Negara Islam. Aliran ini menggunakan
perekrutan dengan cara mencuci otak sasarannya.
Pancasila sebagai dasar Negara sudah tidak
mampu lagi menjawab tantangan zaman. Dalam pandangan kelompok tersebut
keberadaan pancasila justru akan memberikan kebebasan pada kelompok-kelompok
lain untuk berkembang di Indonesia. Maka dari itu mereka beranggapan dengan sistem Daulah yang ada pada zaman Nabi, maka
segala permasalahan yang terjadi di Indonesia akan dengan mudah diselesaikan.[1]
Secara lebih detail
terkait dengan pro dan kontra Islam terhadap demokrasi Indonesia, yakni
sebagaimana yang diberikan oleh Robert Pinkney (1994) tentang model-model
demokrasi. Menurutnya ada dua model demokrasi yaitu demokrasi
berwawasan radikal (radical democracy), dan demokrasi berwawasan liberal
(liberal democracy).[2]
Perubahan
setting politik pasca Orde Baru tanpa diduga justru memberi
ruang bagi berkembangnya wacana penegakan syariat Islam di Indonesia. Tiap-tiap
kelompok mengajukan argumentasi untuk meneguhkan pendirian mereka. Sayangnya,
argumentasi yang dibangun tersebut bukannya
menyatukan antar kelompok, melainkan menimbulkan stigmasi antara satu sama
lain.
Menurut
Pinkney, demokrasi radikal ditandai dengan kuatnya pandangan bahwa hak-hak
setiap warganegara dilindungi dengan prinsip persamaan di depan hukum. Hal itu
karena kehendak mayoritas dalam demokrasi radikal adalah yang terpenting,
sedangkan negara tak lebih dalam posisi melaksanakan kehendak mayoritas itu.
Wawasan demokrasi semacam ini, bagi Douglas M. Brown (1988), terlihat cenderung
lebih menekankan makna formal demokrasi (the radicalization of formal democracy).[3]
Adapun
demokrasi liberal lebih menekankan pada pengakuan terhadap hak-hak warganegara,
baik sebagai individu maupun anggota masyarakat. Dan karenanya lebih bertujuan
menjaga tingkat representasi warganegara dan melindunginya dari tindakan
kelompok lain ataupun dari negara. Negara dalam hal ini tidak berposisi sebagai
operator kehendak mayoritas, karena mungkin saja akan bertabrakan dengan
kepentingan minoritas. Negara lebih berfungsi sebagai wasit untuk menjamin
terpeliharanya tingkat representasi dan perlindungan bagi segenap warganegara.
Kelompok
yang berwawasan demokrasi radikal adalah mereka yang pro syariat. Dengan
argumen utama bahwa karena mayoritas warganegara beragama Islam maka sudah
sewajarnya pula jika hukum yang diimplementasikan bersumber dari syariat. Namun
karena menyadari bahwa implementasi syariat hanya bisa dilakukan melalui
mekanisme konstitusional, maka mereka percaya bahwa usaha tersebut baru dapat
tercapai jika mereka mampu mendominasi panggung politik. Titik tolak upaya
kelompok ini adalah negara, karena negara dengan otoritas yang dimilikinya
dipercayai akan mampu mengimplementasikan syariat secara efektif di kalangan
umat Islam. Kata kunci demokrasi bagi kelompok ini jelas sekali, yaitu kehendak
mayoritas yang diimplementasikan oleh negara.
Berhadapan
dengan kelompok di atas, kelompok yang berwawasan demokrasi liberal kurang
berminat mendukung perjuangan penerapan hukum Islam. Hal itu karena mereka
melihat perjuangan semacam itu akan melanggar prinsip kesetaraan semua
warganegara di depan hukum sebagai salah satu pilar demokratisasi. Karena itu,
negara tidak boleh mengabulkan tuntutan penegakan syariat dalam sebuah negara
yang multi-varian seperti Indonesia. Sebab jika tidak, pemberlakuan syariat
akan berakibat uniformisasi dan hal itu akan melanggar kebebasan beragama
sebagai bagian dari hak-hak asasi setiap manusia. Bagi kelompok ini, dalam
sebuah negara dengan kewarganegaraan yang plural, hak-hak harus didistribusikan
secara setara dan universal atas basis keanggotaan teritorial politik dan bukan
atas dasar keanggotaan dalam suatu komunitas keagamaan. Pandangan kelompok ini
jelas lebih mengutamakan makna substantif demokrasi ketimbang pengertian
formalnya yang cenderung bersifat prosedural.
Pertanyaan
yang muncul kemudian adalah bagaimana sebetulnya demokrasi berlangsung; apakah
lebih mengutamakan prosedur atau substansi? Apakah tuntutan penerapan hukum
Islam oleh negara, walaupun disuarakan mayoritas, merupakan langkah tidak
demokratis? Apakah memang ada “elemen” hukum Islam yang anti-demokrasi? Dan,
betulkah jika hukum Islam diimplementasikan oleh negara akan membawa implikasi
non-demokratis, terutama di negara yang berpenduduk majemuk seperti Indonesia?
Sungguhpun
dalam ajaran Islam terkandung sangat banyak nilai yang mendukung prinsip
demokrasi, ada suatu kondisi yang oleh sementara pengamat dianggap bertentangan
dengan demokrasi jika kehendak penerapan syariat Islam akan diakomodasi.
Kondisi yang dimaksud itu adalah kedudukan syariat yang amat signifikan dalam
Islam; yang tentu saja lebih penting dari kehidupan demokrasi itu sendiri.
Daniel
E. Price (1999) mengungkapkan bahwa banyak kelompok Islam politik di
negara-negara Muslim mengklaim bahwa keberadaan negara adalah tak lebih sebagai
sarana untuk menerapkan syariat Islam. Karena itu, walaupun suatu negara
diperintah oleh rezim otoriter, asalkan mempunyai kebijakan penerapan syariat
Islam, akan tetap didukung dan dipertahankan. Pandangan semacam ini tentu saja
akan dapat melanggengkan rezim otoriter dan menyulitkan bagi munculnya rezim
demokratis.
Memang
benar bahwa umat Islam merupakan populasi mayoritas bangsa ini. Tapi hal itu
tidaklah meniscayakan bahwa hukum yang berlaku di Indonesia haruslah berasal
dari hukum Islam, karena logika dan prosedur demokrasi bukanlah berdasarkan
mayoritas populasi tetapi lebih berdasarkan mayoritas politik (vote).
Begitu juga, prinsip dan substansi demokrasi
mensyaratkan keharusan adanya persamaan, non-diskriminasi dan kebebasan
individu; suatu kondisi yang cukup sulit diciptakan jika penerapan syariat
ingin direalisasikan, walaupun khusus diperuntukkan bagi umat Islam Indonesia.
Sebab, dalam demokrasi, sungguhpun setiap warganegara berhak dan diperbolehkan
untuk mempengaruhi kondisi politik dengan menggunakan persepsi, ideologi dan
keyakinan agama yang dianutnya, tidak seorang pun boleh menggunakan negara
untuk menjadi instrumen atau aparatus ajaran agama tertentu saja. Hal ini
karena melanggar prinsip netralitas negara dalam hal keharusan memberi
perlakuan yang sama, tidak hanya kepada kemajemukan agama, tetapi juga terhadap
berbagai macam interpretasi yang terdapat dalam satu agama, serta kebebasan
individu untuk mengikuti pilihan interpretasi yang dikehendakinya.
B. Analisis Permasalahan Islam dan Demokrasi
1. Kontradiksi Islam dan Demokrasi
Secara
mendasar, teori demokrasi adalah pemerintahan yang meletakkan kedaulatan di
tangan rakyat. Para pemimpin yang diangkat dalam sistem demokrasi terikat
dengan kontrak sosial untuk melaksanakan aspirasi rakyat
Makna-makna ini
berbeda dan bertentangan dengan hukum-hukum Islam, bahkan demokrasi tidak ada
kenyataannya sama sekali, sampaipun menurut kaum demokrat sendiri. Dari aspek
kekuasaan legislatif dan hak pembuatan sistem, Islam telah memberikannya
terbatas kepada Allah dan Rasul-Nya, di mana sumbernya adalah Al-Kitab dan
As-Sunnah yang suci, serta dalil-dalil yang disandarkan kepada keduanya serta
ditunjukkan oleh masing-masing. Rakyat atau dengan ungkapan yang lebih
mendetail, ummat, tidak mempunyai hak untuk keluar dari satu nash Islam-pun,
meski semuanya sepakat mengenai hal itu. Allah berfirman:
“Dan hendaknya engkau
putuskan perkara diantara mereka menurut apa yang di turunkan oleh Allah, dan
janganlah engkau mengikuti hawa nafsu mereka, serta berhati-hatilah terhadap
mereka, agar mereka bisa memalingkan kamu dari sebagaian yang di turunkan oleh
Allah kepadamu.”(QS. Al-Maidah : 49).
Dengan demikian, kekuasaan legislatif ada di tangan Allah
dan Rasul-Nya, bukan di tangan rakyat. Sumber undang-undangnya adalah syara’,
dan bukannya rakyat. Sedangkan hak untuk mengadopsi hukum-hukum sistem dan
perundang-undangan di tangan kepala negara, bukan rakyat
Siapapun yang menganalisa secara mendalam makna-makna
istilah demokrasi, tentu akan bisa melihat secara jelas bahwa demokrasi
tersebut bertentangan dengan hukum-hukum Islam, baik secara fundamental maupun
secara rinci. Kontradiksi
tersebut tercermin dalam beberapa aspek yaitu:[4]
a. Asas sistem demokrasi
adalah sekularisme, bentuk konkretnya
merupakan hasil penjelmaan pada abad pencerahan (renaissance) di Eropa.
Sedangkan Islam adalah ajaran yang tidak layak disekulerkan. Pemerintahan Islam
dibangun di atas landasan aqidah Islam. Tidak ada pemisahan antara
agama dan negara. Negara dalam Islam adalah institusi politik yang menerapkan
persepsi, standar dan qona’ah yang digunakan untuk melakukan aktivitas ri’ayah
su’unil ummah (mengurusi urusan rakyat). Artinya, diatur dengan
aturan-aturan Islam. Dari sini saja sudah cukup untuk mengatakan demokrasi
tidak ada landasannya sama sekali dalam Islam.
b.
Demokrasi memberikan kedaulatan (sovereignity) bukan kepada tuhan melainkan diserahkan sepenuhnya
kepada rakyat, dan mempercayakan kepada rakyat
semua perkara dalam kehidupan. Sesuai dengan prinsip-prinsip demokrasi,
rakyat adalah sumber kekuasaan: rakyat adalah sumber kekuasaan
perundang-undangan, sumber kekuasaan hukum, dan sumber kekuasaan pemerintahan.
Sedangkan dalam Islam, kedaulatan ada di tangan syara’, syara’merupakan sumber
rujukan utama mengenai segala perkara. Tidak seorangpun diperkenankan menyusun
perudang-undangan meski hanya satu aturan saja.
c.
Kepemimpinan dalam sistem demokrasi bersifat kolektif dan
tidak individual. Kekuasaan juga dipegang secara kolektif, tidak secara
individual. Dalam demokrasi (parlementer), kekuasaan dijalankan oleh suatu dewan
menteri yang disebut kabinet. Sistem ini bertentangan dengan sistem
pemerintahan Islam, di mana kepemimpinan adalah milik satu orang, tidak
bersifat kolektif. Demikian pula kekuasaan dipegang oleh satu orang dan tidak
secara kolektif. Abdullah ibn Umar juga meriwayatkan bahwa Rasulullah telah
bersabda:
“Tidak di perbolehkan bagi
tiga orang di manapun berada di muka bumi tanpa mengangkat salah
seorang sebagai Amir diantara mereka”.
d.
Negara dengan sistem pemerintahan demokrasi terdiri dari
sejumlah lembaga bukan satu lembaga. Pemerintah merupakan satu lembaga yang
menjalankan kekuasaan eksekutif. Sementara lembaga-lembaga yang lain merupakan
lembaga independen yang memiliki kewenangan memerintah dan kekuasaan pada
bidangnya sesuai ketentuan. Hal ini bertentangan dengan Islam, di mana negara dan pemerintah
merupakan lembaga tunggal yang memegang kekuasaan. Khalifah sebagai pemegang
kekuasaan tertinggi memiliki qawwah (otoritas) penuh, sementara orang
lain sama sekali tidak memiliki otoritas tersebut. Rasulullah saw bersabda:
“Imam adalah seorang
penggembala, dan ia bertanggung jawab atas gembalaannya”.
Dengan demikian, tidak ada seorang pun di dalam negara,
baik individu maupun kelompok, yang memiliki kekuasaan dan wewenang selain
Khalifah.
e.
Demokrasi adalah sistem pemerintahan berdasarkan ‘suara
mayoritas’. Anggota-anggota lembaga legislatif dipilih berdasarkan suara
mayoritas pemilih dari kalangan rakyat. Oleh karena itu, suara mayoritas adalah
ciri yang menonjol dalam sistem demokrasi. Pendapat mayoritas –menurut
demokrasi- merupakan tolak ukur hakiki yang akan dapat mengungkapkan pendapat
rakyat yang sebenarnya. Terkadang penetapan suara mayoritas bila melebihi 51% suara dan terkadang penetapannya bila
melebihi 2/3 suara dari wakil rakyat. Sementara dalam Islam, pendapat mayoritas
tidak selalu mengikat, sebab ada perkara-perkara di dalam Islam yang tidak
boleh dikompromikan sekalipun mayoritas berpendapat lain.
Oleh
karenanya, Islam menolak secara tegas demokrasi. Bentuk penolakan demokrasi
setidaknya dilandasi 3 argumen:
Pertama, yang merekayasa dan berdiri di belakang ide demokrasi adalah
negara-negara Barat. Hal ini merupakan suatu bentuk agresi budaya Barat ke
negeri-negeri Islam.
Kedua, demokrasi adalah idealisme utopia, tidak layak diimplementasikan.
Mungkin hanya Yunani kuno satu-satunya negara yang pernah mewujudkan demokrasi.
Manakala suatu negara berupaya menetapkan ide demokrasi, mereka seringkali
harus melakukan kebohongan-kebohongan publik. Demokrasi pada kenyataannya tidak
pernah merepresentasikan kepentingan seluruh rakyat. Produk undang-undang yang
dihasilkan adalah didasarkan pada kepentingan minoritas di parlemen. Dalam
prakteknya, yang berkuasa adalah sekelompok kecil orang atas sekelompok besar.
Ketiga, sistem demokrasi adalah sistem buatan manusia. Sistem tersebut
disusun oleh manusia untuk manusia. Karena manusia tidak bisa lepas dari
kesalahan, dan sesungguhnya hanya Allah-lah yang terbebas dari kesalahan, maka
sistem dari Allah saja yang pantas dianut. Dengan demikian, menganut demokrasi
dan menolak sistem dari Allah SWT merupakan suatu kesalahan fatal yang
mengakibatkan kehancuran.
2. Islam Sejalan dengan Demokrasi
Bagi yang menerima
demokrasi, mereka cenderung melihat bahwa totalitas Islam merupakan satu hal
dan penafsiran yang berusaha menjadi total hal lain. Kelompok ini melihat nilai
Islam sama sekali tidak bertentangan dengan demokrasi. Islam sangat menjunjung
tinggi nilai-nilai keadilan, kesetaraan, toleransi, perdamaian, kerjasama dan
nilai-nilai yang juga dijunjung tinggi di dalam demokrasi. Kelompok ini cenderung berpendapat
bahwa Tuhan menyediakan blue print atau cetak biru bagaimana suatu
Negara atau masyarakat harus diatur tetapi hanya memberikan nilai-niai
universal yang harus diterjemahkan ke dalam setiap konteks
yang berubah.[5]
Menurut Yusuf al-Qardhawi, substasi demokrasi
sejalan dengan Islam. Hal ini bisa dilihat dari beberapa hal, misalnya:
a. Dalam
demokrasi proses pemilihan melibatkkan banyak orang untuk mengangkat seorang
kandidat yang berhak memimpin dan mengurus keadaan mereka. Tentu saja, mereka
tidak boleh akan memilih sesuatu yang tidak mereka sukai. Demikian juga dengan
Islam yang menolak seseorang menjadi imam shalat yang tidak disukai oleh makmum
di belakangnya.
b. Usaha
setiap rakyat untuk meluruskan penguasa yang tiran juga sejalan dengan Islam.
Bahkan amar makruf dan nahi mungkar serta memberikan nasihat kepada pemimpin
adalah bagian dari ajaran Islam.
c.
Pemilihan umum termasuk jenis pemberian saksi.
Karena itu, barangsiapa yang tidak menggunakan hak pilihnya sehingga kandidat
yang mestinya layak dipilih menjadi kalah dan suara mayoritas jatuh kepada
kandidat yang sebenarnya tidak layak, berarti ia telah menyalahi perintah Allah
untuk memberikan kesaksian pada saat dibutuhkan.
d. Penetapan
hukum yang berdasarkan suara mayoritas juga tidak bertentangan dengan prinsip
Islam. Contohnya dalam sikap Umar yang tergabung dalam syura. Mereka ditunjuk
Umar sebagai kandidat khalifah dan sekaligus memilih salah seorang di antara
mereka untuk menjadi khalifah berdasarkan suara terbanyak. Sementara, lainnya
yang tidak terpilih harus tunduk dan patuh. Jika suara yang keluar tiga lawan
tiga, mereka harus memilih seseorang yang diunggulkan dari luar mereka. Yaitu
Abdullah ibn Umar. Contoh lain adalah penggunaan pendapat jumhur ulama dalam
masalah khilafiyah. Tentu saja, suara mayoritas yang diambil ini adalah selama
tidak bertentangan dengan nash syariat secara tegas.
e. Juga
kebebasan pers dan kebebasan mengeluarkan pendapat, serta otoritas pengadilan
merupakan sejumlah hal dalam demokrasi yang sejalan dengan Islam.
C. Solusi yang Ditawarkan untuk Mengatasi
Pro-Kontra Islam terhadap Demokrasi
Nilai-nilai
demokrasi tidak serupa dengan nilai-nilai agama, meskipun ada di dalam agama
ajaran yang mirip demokrasi. Di dalam Islam banyak dijumpai perintah untuk
bermusyawarah, seperti wa syawirhum fi al-amr, wa amruhum syura binahum (Dan
bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu – sedang urusan mereka,
diputuskan dengan bermusyawarah di antara mereka). Di samping itu ada juga
sabda Nabi “antum a’lamu bi umuri dunyakum” (kalian lebih mengetahui
urusan dunia kalian.[6]
Hal-hal
yang bersifat duniawi murni boleh dimusyawarahkan. Islam tidak menentukan undang-undang
lalu lintas di jalan raya, tetapi untuk “lalu lintas” thawaf (mengelilingi
ka’bah dalam ibadah haji atau umrah) sudah ditentukan. Sebaliknya ada yang
tidak bisa di-ijtihadkan, baik secara perorangan ataupun bersama-sama,
seperti ketentuan dalam hukum waris. Dalam bidang ini, musyawarah hanya
dilakukan berkenaan dengan prosedur penerapannya saja. Sedangkan ketetapannya
sendiri tidak boleh menyimpang dari garis-garis agama, demikian juga dalam
Islam sudah ditetapkan siapa yang boleh menjadi imam shalat, sehingga tidak
semata-mata berdasarkan suara terbanyak. Jadi bebas tapi terikat.[7]
Jadi,
antara agama dengan demokrasi bisa terjadi perbedaan dan bisa pula
persamaannya. Intinya, suara rakyat yang sah menurut agama adalah suara yang
berasal dari rakyat yang sehat.
Dari
uraian di atas dapat disimpulkan bahwa konsep demokrasi tidak sepenuhnya
bertentangan dan tidak sepenuhnya sejalan dengan Islam. Prinsip dan konsep demokrasi yang sejalan
dengan Islam adalah keikutsertaan rakyat dalam mengontrol, mengangkat, dan
menurunkan pemerintah, serta dalam menentukan sejumlah kebijakan lewat
wakilnya. Adapun
yang tidak sejalan adalah ketika suara rakyat diberikan kebebasan secara mutlak
sehingga bisa mengarah kepada sikap, tindakan, dan kebijakan yang keluar dari
rambu-rambu Ilahi. Karena
itu, maka perlu dirumuskan sebuah sistem demokrasi yang sesuai dengan ajaran
Islam. Yaitu di antaranya:
1. Demokrasi
tersebut harus berada di bawah payung agama.
2. Rakyat
diberi kebebasan untuk menyuarakan aspirasinya.
3. Pengambilan
keputusan senantiasa dilakukan dengan musyawarah.
4. Suara
mayoritas tidaklah bersifat mutlak meskipun tetap menjadi pertimbangan utama
dalam musyawarah. Contohnya kasus Abu Bakr ketika mengambil suara minoritas
yang menghendaki untuk memerangi kaum yang tidak mau membayar zakat. Juga
ketika Umar tidak mau membagi-bagikan tanah hasil rampasan perang dengan
mengambil pendapat minoritas agar tanah itu dibiarkan kepada pemiliknya dengan
cukup mengambil pajaknya.
5. Musyawarah
atau voting hanya berlaku pada persoalan ijtihadi; bukan pada persoalan yang
sudah ditetapkan secara jelas oleh Alquran dan Sunah.
6. Produk hukum dan kebijakan yang diambil tidak
boleh keluar dari nilai-nilai agama.
7. Hukum
dan kebijakan tersebut harus dipatuhi oleh semua warga
Akhirnya, agar sistem atau konsep demokrasi
yang Islami dapat terwujud, langkah yang harus dilakukan:
1. Seluruh
warga atau sebagian besarnya harus diberi pemahaman yang benar tentang Islam
sehingga aspirasi yang mereka sampaikan tidak keluar dari ajarannya.
2. Parlemen
atau lembaga perwakilan rakyat harus diisi dan didominasi oleh orang-orang
Islam yang memahami dan mengamalkan Islam secara baik.
BAB III
PENUTUP
PENUTUP
Kesimpulan
Demokrasi adalah bentuk pemerintahan yang
semua warga negaranya memiliki hak setara dalam pengambilan keputusan yang
dapat mengubah hidup mereka. Demokrasi mengizinkan warga negara berpartisipasi—baik
secara langsung atau melalui perwakilan—dalam perumusan, pengembangan, dan
pembuatan hukum. Sistem
demokrasi di Indonesia ternyata memunculkan konflik antar agama. Terdapat pro dan
kontra antara agama yang satu dengan yang lain tentang demokrasi. Indonesia
yang tengah dihadapkan oleh tantangan seperti sering munculnya
benturan-benturan atau konflik diantara umat beragama.
Dari uraian yang telah dijelaskan di atas dapat disimpulkan bahwa konsep
demokrasi tidak sepenuhnya bertentangan dan tidak sepenuhnya sejalan dengan
Islam. Prinsip dan konsep demokrasi yang sejalan
dengan Islam adalah keikutsertaan rakyat dalam mengontrol, mengangkat, dan
menurunkan pemerintah, serta dalam menentukan sejumlah kebijakan lewat
wakilnya. Adapun
yang tidak sejalan adalah ketika suara rakyat diberikan kebebasan secara mutlak
sehingga bisa mengarah kepada sikap, tindakan, dan kebijakan yang keluar dari
rambu-rambu Ilahi.
Akhirnya, agar sistem atau konsep demokrasi
yang Islami dapat terwujud, langkah yang harus dilakukan:
3. Seluruh
warga atau sebagian besarnya harus diberi pemahaman yang benar tentang Islam
sehingga aspirasi yang mereka sampaikan tidak keluar dari ajarannya.
4. Parlemen
atau lembaga perwakilan rakyat harus diisi dan didominasi oleh orang-orang
Islam yang memahami dan mengamalkan Islam secara baik.
DAFTAR PUSTAKA
Ani Rufaidah, Agama
dan Demokrasi, Malang: Averroes Press. 2008.
Franz
Magnis Suseno, dkk, Agama dan Demokrasi, Jakarta : Perhimpunan
Pengembangan Pesantren dan Masyarakat, 1992.
Sedya Santosa
dan Zainal Abidin, Handout Islam dan Budaya Lokal, Yogyakarta: Fakultas
tarbiyah dan Keguruan UIN Sunan Kalijaga, 2013.
Arskal
Salim, Islam diantara dua model demokrasi dalam alamat http://islamlib.com/?site=1&aid=224&cat=content&cid=11&title=islam-di-antara-dua-model-demokrasi. Akses Ahad, 28.04.2013 jam
12.57 WIB.
http://www.google.co.id/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&frm=1&source=web&cd=8&ved=0CHwQFjAH&url=http%3A%2F%2Fembunbening.files.wordpress.com%2F2006%2F12%2Fpandangan-islam-terhadap-demokrasi.doc&ei=C2t6UffVC47prQediYDYCA&usg=AFQjCNHAjtYNutW_5P4ZCP3ftE3VUozF1w&sig2=DFX9lMIDz_zN_gi-UsMwYg. Diunduh Jum’at, 26.04.2013. Jam 11.00 WIB
[1] Ani Rufaidah, Agama dan Demokrasi, (Malang: Averroes Press.
2008), halm.3-4
[2] Arskal Salim, Islam
diantara dua model demokrasi dalam alamat http://islamlib.com/?site=1&aid=224&cat=content&cid=11&title=islam-di-antara-dua-model-demokrasi. Aksess Ahad, 28.04.2013 jam 12.57 WIB.
[4]http://www.google.co.id/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&frm=1&source=web&cd=8&ved=0CHwQFjAH&url=http%3A%2F%2Fembunbening.files.wordpress.com%2F2006%2F12%2Fpandangan-islam-terhadap-demokrasi.doc&ei=C2t6UffVC47prQediYDYCA&usg=AFQjCNHAjtYNutW_5P4ZCP3ftE3VUozF1w&sig2=DFX9lMIDz_zN_gi-UsMwYg.
Diunduh 26 April 2013.
[5] Sedya Santosa dan Zainal Abidin, Handout Islam dan Budaya Lokal,
(Yogyakarta: Fakultas tarbiyah dan Keguruan UIN Sunan Kalijaga, 2013), hal. 19.
[6] Franz Magnis Suseno, dkk,
Agama dan Demokrasi, (Jakarta : Perhimpunan Pengembangan Pesantren dan
Masyarakat, 1992), hal. 46.
Monday, June 03, 2013
|
Labels:
ilmu budaya lokal
|
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
about me
Ley's. Powered by Blogger.
1 comments:
Kami S128Cash Selaku Situs Betting Online Terbesar dan Terpopuler di Indonesia ingin mengajak Anda bergabung bersama kami.
Dengan memiliki CS yang Profesional, kami akan memberikan pelayanan Terbaik untuk Anda semua dan pastinya Anda akan merasa nyaman bermain bersama kami.
Semua permainan Populer dikalangan masyarakat Indonesia tersedia disini, seperti Sportsbook, Live Casino, Sabung Ayam Online, IDN Poker dan masih banyak permainan lainnya.
S128Cash juga menyediakan berbagai PROMO BONUS, yaitu :
- BONUS NEW MEMBER 10%
- BONUS DEPOSIT SETIAP HARI 5%
- BONUS CASHBACK 10%
- BONUS 7x KEMENANGAN BERUNTUN !!
Aya segera bergabung bersama kami dan jangan lupa untuk mengajak teman-teman Anda.
Hubungi kami :
- Livechat : Live Chat Judi Online
- WhatsApp : 081910053031
Link Alternatif :
- http://www.s128cash.biz
Judi Bola
Daftar Judi Bola
Post a Comment