Makalah Intelegensi


BAB I
PENDAHULUAN
A.    LATAR BELAKANG
Intelegensi merupakan salah satu konsep yang dipelajari dalam psikologi. Pada hakekatnya, semua orang sudah merasa memahami makna intelegensi. Sebagian orang berpendapat bahwa intelegensi merupakan hal yang sangat penting dalam berbagai aspek kehidupan.
Intelegensi erat kaitannya dengan kehidupan manusia. Banyak problem – problem manusia yang berhubungan dengan intelegensi. Dalam dunia pendidikanpun, intelegensi merupakan hal yang sangat berkaitan. Seolah – olah intelegensi merupakan penentu keberhasilan untuk mencapai segala sesuatu yang diinginkan, dan merupakan suatu penentu keberhasilan dalam semua bidang kehidupan. Untuk mengetahui tentang apa sebenarnya makna intelegensi, akan dijelaskan lebih lanjut dalam makalah ini.

B.     RUMUSAN MASALAH
Terdapat beberapa rumusan masalah, diantaranya:
1.                            Apa yang menyebabkan munculnya teori – teori intelegensi?
2.                            Faktor – faktor apa saja yang mempengaruhi intelegensi?
3.                            Apa implementasi intelegensi dalam kehidupan dan pendidikan?

C.     TUJUAN PENULISAN
1.      Untuk memahami definisi intelegensi
2.      Untuk memahami teori – teori intelegensi dalam kehidupan
3.      Untuk memahami tentang faktor – faktor yang mempengaruhi intelegensi
4.      Untuk dapat mengimplementasikan kecerdasan dalam kehidupan dan pendidikan


BAB II
INTELEGENSI

a.      Pengertian intelegensi

Dalam memecahkan masalah, apakah cepat atau lambat, faktor yang turut menentukan adalah faktor intelegensi dari individu yang bersangkutan. Berbicara mengenai intelegensi biasanya memang dikaitkan dengan kemampuan untuk pemecahan masalah, kemampuan untuk belajar, ataupun kemampuan untuk berpikir abstrak.
Perkataan intelegensi dari kata latin intelligere yang berarti mengorganisasikan, menghubungkan atau menyatukan satu dengan yang lain (to organize, to relate, to bind together). Istilah intelegensi kadang – kadang atau justru sering memberikan pengertian yang salah, yang memandang intelegensi sebagai kemampuan yang mengandung kemampuan tunggal, padahal menurut para ahli, intelegensi mengandung bermacam – macam kemampuan. Namun demikian pengertian intelegensi itu sendiri memberikan berbagai macam arti bagi para ahli.
Menurut panitia istilah padagogik (1953) yang mengangkat pendapat Stern yang dimaksud dengan intelegensi adalah “daya menyesuaikan diri dengan keadaan baru dengan menggunakan alat – alat berpikir menurut tujuannya”.
Dari pengertian ini dapat dilihat bahwa Stern menitikberatkan masalah intelegensi pada soal adjustment atau penyesuaian diri terhadap masalah yang dihadapinya. Pada orang intelegen akan lebih cepat dalam memecahkan masalah – masalah baru bila dibandingkan dengan orang yang kurang intelegen. Dalam menghadapi masalah atau situasi baru orang yang intelegen akan cepat dapat mengadakan adjustment terhadap masalah atau situasi yang baru tersebut.
Thorndike (Iih. Skinner, 1959) sebagai seorang tokoh koneksionisme mengemukakan pendapatnya bahwa “Intelligence is demonstrable in ability of the individual to make good responses from the stand point of truth or fact”. Orang dianggap intelegen apabila responsnya merupakan respons yang baik atau sesuai terhadap stimulus yang diterimanya.
Dari bermacam – macam pendapat para ahli diatas, memberikan gambaran tentang bagaimana ragamnya pengertian atau definisi mengenai intelegensi itu. Menurut Morgan, dkk. (1984) ada dua pendekatan yang pokok dalam membrikan definisi mengenai intelegensi itu, yaitu (1) pendekatan yang melihat faktor – faktor yang membentuk intelegensi itu, yang sering disebut sebagai pendekatan faktor atau teori[2] faktor, dan (2) pendekatan yang melihat sifat proses intelektual itu sendiri, yang sering dipandang sebagai teori orientasi – proses (process – oriented theories).

b.      Teori – Teori Intelegensi
1)      Teori – teori faktor
Menurut Spearman, intelegensi mengandung dua macam faktor, yaitu general faktor (faktor G) dan special faktor (faktor S). Karena itu teori Spearman dikenal sebagai teori dwi factor atau two factor theory. General factor selalu didapati dalam setiap performance, sedangkan special faktor adalah merupakan faktor yang bersifat khusus., yaitu mengenai bidang – bidang tertentu.
P = G + S
Menurut Burt, dalam intelegensi ada 3 macam faktor, yaitu faktor G, faktor S, dan faktor C. Faktor C (common factor) adalah merupakan faktor sesuatu kelompok kemampuan tertentu, misalnya common factor dalam hal bahasa, dalam hal matematika, dsb.
Pi = G + S + Cx, Cx = misalnya common faktor berhitung

Menurut Thurstone, dalam intelegensinya ada faktor – faktor primer, yaitu:[3]
·         S (spatial relation), yaitu kemampuan untuk melihat atau mempersespsi gambar dengan dua atau tiga dimensi, menyangkut jarak (spatial)
·         P (perceptual speed), kemampuan yang berkaitan dengan dengan kecepatan dan ketepatan dalam memberikan judging mengenai persamaan dan perbedaan atau dalam respons terhadap apa yang dilihatnya secara detail
·         V (Verbal comprehension), kemampuan yang menyangkut pemahaman kosa kata  (vocabulary), analogi secara verbal, dan sejenisnya
·         W (Word Fluency), kemampuan yang menyangkut dengan kecepatan yang berkaitan dengan kata – kata, dengan anagram, dsb.
·         N (Number facility), kemampuan yang berkaitan dengan kecepatan dan ketetapan dalam berhitung
·         M (associative memory), kemampuan yang berkaitan dengan ingatan
·         I (induction), kemampuan yang berkaitan dengan kemampuan untuk memperoleh prinsip atau hukum
Teori Thurstone ini disebut sebagai teori kelompok – faktor (group factor theory).
2)      Teori orientasi Proses
Teori ini mendasarkan atas orientasi bagaimana proses intelektual dalam pemecahan masalah. Teori proses informasi mengenai intelegensi mengemukakan bahwa inteligensi akan diukur dari fungsi – fungsi seperti proses sensoris, koding, ingatan, dan kemampuan mental yang lain termasuk belajar dan menimbulkan kembali (remembering).1

c.       Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Intelegensi
Faktor – faktor yang dapat mempengaruhi intelligensi antara lain:
·         Pembawaan
Pembawaan ditentukan oleh sifat – sifat dan ciri – ciri yang dibawa sejak lahir. “Batas kesanggupan kita”, yakni dapat tidaknya memecahkan suatu soal, pertama – tama ditentukan oleh pembawaan kita. Orang itu ada yang pintar dan ada yang kurang pintar. Meskipun menerima latihan dan pelajaran yang sama, perbedaan – perbedaan itu masih tetap ada.
·         Kematangan
Tiap organ tubuh manusia mengalami pertumbuhan dan perkembangan. Tiap organ (fisik maupun psikis) dapat dikatakan telah matang jika ia telah mencapai kesanggupan menjalankan fungsinya masing – masing. Anak – anak tak dapat memecahkan soal – soal tertentu, karena soal – soal itu masih terlampau sukar baginya. Organ – organ tubuhnya dan fungsi – fungsi jiwanya masih belum matang untuk melakukan mengenai soal itu. Kematangan berhubungan erat dengan umur.
·         Minat dan pembawaan yang khas
Minat mengarahkan perbuatan kepada suatu tujuan dan merupakan dorongan bagi perbuatan itu. Dalam diri manusia terdapat dorongan – dorongan (motif - motif) yang mendorong manusia untuk berinteraksi dengan dunia luar. Apa yang menarik minat seseorang mendorongnya untuk berbuat lebih giat dan lebih baik. [4][5]
·         Kebebasan[6]
Kebebasan berarti bahwa manusia dapat memilih metode – metode yang tertentu dalam memecahkan masalah – masalah.2

d.      Implementasi Dalam Kehidupan dan Pendidikan
Dalam kenyataannya, sebenarnya sulit untuk menentukannya, bagaimana korelasi intelegensi seseorang dengan kehidupannya. Memang kecerdasan seseorang memainkan peranan yang penting dalam kehidupannya. Akan tetapi, kehidupan sangat kompleks, intelegensi bukan satu – satunya faktor yang menentukan sukses tidaknya kehidupan seseorang. Masih banyak lagi faktor yang lain.
Watak seseorang sangat berpengaruh dan turut menentukan. Banyak diantara orang – orang yang sebenarnya memliki intelegensi cukup tinggi, tetapi tidak mendapat kemaua dalam hidupnya. Ini disebabkan karena, misalnya kurang mampu bergaul dengan orang lain dalam masyarakat, atau kurang memiliki cita – cita yang tinggi, sehingga tidak / kurang adanya usaha untuk mencapainya.
Sebaliknnya, ada pula seorang yang sebenarnya memiliki intelegensi yang sedang saja, dapat lebih maju dan mendapat kehidupan yang lebih layak berkat ketekunan dan keuletannya. Akan tetapi intelegensi yang rendah menghambat pula usaha seorang untuk maju dan berkembang,meskipun orang itu ulet dan tekun dalam usahanya.
Jadi, dapat dikatakan, kecerdasan atau intelegensi seseorang memberi kemungkinan bergerak dan bekembang dalam bidang tertentu dalam kehidupannya. Sampai dimana kemungkinan tadi dapat direalisasikan, tergantung pula kepada kehendak dan pribadi serta kesempatan yang ada.3
Bila ditinjau dari dunia pendidikan, perbedaan intelegensi membawa kesadaran akan perlunya perlakuan khusus terhadap anak didik yang tergolong memiliki tingkat intelegensi tidak biasa, baik itu sangat tinggi, maupun yang sangat rendah. Mereka akan sama – sama menimbulkan masalah. Anak yang memiliki intelegensi rendah sehingga kemampuan yang mereka miliki sangat terbatas, memerlukan program khusus yang memungkinkan mereka belajar dengan kecepatan dan beban yang sesuai dengan kemampuan mereka. [7]
Disisi lain, anak yang memiliki intelegensi sangat tinggi juga memerlukan program khusus yang memungkinkan mereka mengembangkan segenap potensi yang mereka miliki, sehingga dapat mencapai prestasi yang optimal.
Bukan suatu hal yang bijaksana jika anak – anak yang memiliki potensi berbeda diperlakukan sama karena kebetulan mereka duduk dikelas yang sama. Anak yang lambat belajar akan merasa tersiksa baik disekolah maupun dirumah, karena ketidakmampuan mereka mengikuti pelajaran seperti teman – teman sekelasnya. Anak ini merasa rendah diri, karena merasa tidak sejajar dengan teman – temannya. Karena hal itu, anak ini kadang menunjukkan perilaku kenakalan dikelas dan disekolah untuk menunjukkan kelebihannya, terutama jika anak ini lebih tua dan bandannya lebih besar (misalnya pernah tinggal kelas).
Berbeda dengan anak yang memiliki intelegensi tinggi, mereka merasa menerima pelajaran yang  terlalu mudah bagi  mereka. Rasa kebosanan dikelas karena kurangnya tantangan bagi potensi mereka, menyebabkan mereka cenderung kreatif untuk berbuat hal - hal yang dapat menjengkelkan guru ataupun teman - teman mereka. Yang lebih buruk lagi, sebenarnya potensi mereka tidak dapat berkembang secara optimal.


BAB III

PENUTUP

Kesimpulan:
Dari pembahasan diatas, dapat disimpulkan bahwa:
a.              Intelegensi adalah kemampuan berpikir seseorang dalam pemecahan masalah, kemampuan belajar, ataupun  kemampuan untuk berpikir secara abstrak.
b.             Teori intelegensi terdiri dari teori faktor, dalam teori ini terdapat teori dwi faktor dan teori kelompok faktor. Yang kedua adalah teori orientasi proses, mendasarkan atas orientasi bagaimana proses intelektual dalam pemecahan masalah.
c.              Faktor – faktor yang mempengaruhi intelegensi adalah faktor pembawaan, kematangan, minat & pembawaan yang khas, dan kebebasan
d.             Dalam kehidupan, kecerdasan seseorang memegang peranan yang sangat penting, tetapi intelegensi bukan merupakan satu – satunya faktor yang menentukan sukses atau tidaknya seseorang. Watak seseorang juga sangat menentukan. Dapat dikatakan bahwa kecerdasan seseorang memberi kemungkinan bergerak dan berkembang dalam bidang tertentu dalam kehidupannya. Sampai dimana kemungkinan tadi dapat direalisasikan, tergantung pula pada kehendak dan pribadi serta kesempatan yang ada.
Dalam dunia pendidikan, perbedaan intelegensi membawa kesadaran akan perlunya perlakuan khusus terhadap anak didik yang tergolong memiliki tingkat intelegensi tidak biasa, baik itu sangat tinggi, maupun yang sangat rendah. Mereka akan sama – sama menimbulkan masalah.







DAFTAR PUSTAKA

Purwanto, Ngalim. 1985. Psikologi Pendidikan. Bandung: Remaja Karya
Walgito, Bimo. 1980.  Pengantar Psikoogi Umum. Yogyakarta: Andi Offset












































1 Bimo Walgito, Pengantar Psikologi Umum, Andi Offset, Bandung, 1980, hal: 191 – 197



2 Ngalim Purwanto, Psikologi Pendidikan, Remaja Karya, Bandung, 1985, hal : 58 – 59
3 Ibid, hal: 62 - 63

0 comments:

Post a Comment

Ley's. Powered by Blogger.