MANUSIA PARIPURNA



BAB I
PENDAHULUAN
Kajian tentang manusia merupakan objek yang menarik dan tidak kunjung selesai untuk dibicarakan. Oleh sebab itu, dari kajian-kajian menyangkut ibjek tersebut telah lahir beragam disiplin ilmu. Sekalipun demikian, anehnya kajian itu senantiasa merupakan suatu mistri yang tidak pernah tuntas. Salah satu aspek kajian tentang manusia yang menarik ialah menyangkut pencapaian kesempurnaan dirinya, kepuasan batinya, dan kehidupannya yang hangat dan bermakna.
Pandangan-pandangan menyangkut objek diatas sebenarnya telah muncul sejak dini, namun masih dalam bentuk yang sederhana. Kajian awal yang agak mendasar dilakukan oleh para failasuf Yunani klasik seperti, Phythagoras (600SM), Plato(427-347SM), dan Aristoteles(384-322SM).
Pemikiran manusia senantiasa melaju dan berkembang, namun pokok permasalahan tidak kunjung selesai. Sebenarnya, Allah swt melalui firman-firman-Nya telah mengantisipasi permasalahan tersebut, tetapi manusia membelakanginya secara tidak benar, sehingga mereka tersesat kedalam labirin yang tidak tentu jalan keluarnya.
Islam, melalui ayat-ayat al-Quran telah mengisyaratkan al-Quran tentang kesempurnaan manusia diantaranya yaitu manusia mempunyai kedudukan yang tinggi yakni menjadi khalifah (wakil) Allah di muka bumi, seperti diisyaratkan oleh ayat:” ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaika, ‘sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah dimuka bumi.....”’.[1] Kendati manusia mempnyai potensi kesempurnaan citra ilahi, tetapi kemudian ketika ia terjatuh dari prototipe ketuhanan, maka kesempurnaan itu semakin berkurang. Untuk itu, jalan satu-satunya mencapai kesempurnaan itu ialah kembali kepada Allah dengan iman dan amal saleh.
Manusia sempurna (insan kamil) adalah sebuah konsep tentang kesempurnaan manusia yang pertama kali disuarakan oleh Al-Jilli. Istilah insan kamil terdiri dari dua kata yaitu al-insan yang berarti manusia dan al kamil yang berarti sempurna. Istilah “sempurna” menurut Murtadla Murthahhari tidak identik dengan kata tamam (lengkap).

BAB II
PEMBAHASAN

A.     Konsep Insan Kamil menurut Beberapa Tokoh
Istilah insan kamil, muncul dalam literatur islam pada abad ke 7 H dan dipergunakan pertama kali oleh Ibn ‘Arabi. Kemudian istilah tersebut segera menyebar melalui pengikut-pengikutnya, seperti Shadr al-Din al Qunawi (667H), Jalal al-Din Rumi (672) dan Mahmud Sabistari (sesudah 710 H).
Menurut Abdul Karim bin Ibrahim al Jilli insan kamil artinya manusia sempurna, yang berasal dari kata al insan yang artinya manusia dan al kamil yang artinya sempurma. Konsep ini muncul pertama kali dari gagasan toko sufi Ibn ‘Arabi. Oleh al- Jilli(1365-1428), gagasan ini dikembangkan menjadi bagian dari renungan mistis yang bercorak tasawuf filosofis.
Menurutnya konsep insan kamil ini merujuk pada diri nabi Muhammad saw sebagai contoh manusia ideal. Jati diri nabi Muhammad saw yang demikian tidak semata-mata dipahami dengan pengertian Muhammad saw sebagai utusan Allah swt tetapi sebagai nur (cahaya/roh) ilahi yang menjadi pangkal dan poros di kehidupan didunia ini.
Nur ilahi kemudian dikenal sebagai Nur Muhammad oleh kalangan sufi, disamping terdapat dalam diri mauhammad juga dipancarkan Allah kepada diri nabi Adam AS. Al Jilly dalam karyanya al-insan al- kamil fi ma’rifah al-Awakir wa al- awali (manusia sempurna dalam konsep pengetahuan tentang misteri yang pertama dan yang terakhir) mengawali pembicaraannya dengan mengidentifikasikan menusia dengan dua pengertian yaitu:
a.    Insan kamil dalam pengertian konsep pengetahuan mengenai manusia yang sempurna. Dalam pengertian demikian insan kamil terkait dengan pandangan mengenai sesuatu yang dianggap mutlak , yaitu Allah swt. Yang mutlak tersebut dianggap mempunyai sifat-sifat tertentu yakni yang baik dan yang sempurna. Sifat sempurna inilah yang patut ditiru oleh semua insan. Orang yang makin memiripkan dirinya pada sifat sempurna dari yang mutlak tersebut maka makin sempurnalah dirinya.
b.    Insan kamil yang terkait dengan jati diri yang mengidealkan kesatuan nama dan sifat-sifat Tuhan kedalam hakikat atau esensi dirinya. Dalam pengertian ini esensial dan sifat-sifat ilahi tersebut pada dasarnya juga menjadi milik manusia sempurna oleh adanya hak fundamental, yaitu sebagai suatu keniscayaan yang inheren dalam esensi dirinya. Hal itu dinyatakan dalam ungkapan yang sering didengaar yaitu Tuhan berfungsi sebagai  cermin bagai manusia dan manusia sebagai cermin untuk melihat diri-Nya.
Menurut Al Jallil walaupun seseorang telah menduduki peringkat insan kamil, tidak semuanya menempati tempat yang sama. Al-Jallil membagi insan kamil atas tiga tingkatan[2],yaitu:
§  Al-bidayahàinsan kamil mulai dapat merealisasikan asma dan sifat-sifat pada dirinya
§  Al-tawassuthàinsan kamil sebagai orbit kehalusan sifat keanusiaan yang terkait dengan realitas kasih Tuhan(al-haqqa’iq al-rahmaniyah)[3]
§  Al-Khitanàinsan kamil dapat merealisasikan kasih Tuhan secara utuh.
Menurut Muhammad Iqbal insan kamil adalah seorang mukmin yang dalam dirinya terdapat kekuatan, wawasan, perbuatan dan kebijaksanaan. Sifat-sifat luhur ini dalam wujudnya yang tertinggi tergambar dalam akhlak nabi Muhammad SAW. Insan kamil bagi Iqbal adalah sang mukmin yang merupakan makhluk moralis, yang dianugerahi kemampuan rohani dan agamawi. Untuk menumbuhkan kekuatan dalam dirinya , sang mukmin senantiasa meresapi dan menghayati akhlak Illahi.
Menurut Al-Gazali manusia sempurna yaitu manusia yang mampu mengenal Tuhannya dengan cara melaksanakan keutamaan-keutamaannya didunia. Keutamaan tersebut yaitu al hikmat sebagai keutamaan akal, al syaja’at sebagai keutamaan daya al ghadhab, al’iffat sebagai keutamaan daya ,al syahwat dan al’adalat(keseimbangan)[4]


B.  Konsep Insan Kamil menurut Al Quran dan As Sunnah

Nabi Muhammad saw disebut sebagai teladan insan kamil seperti yang tercantum dalam firman Allah swt ”sesungguhnya telah ada pada diri Rasululloh itu suri tauladan yang baik bagimu yaitu bagi orang-orang yang mengharap rahmat dan kedatangan hari kiamat dan dia banyak menyebut nama Allah”[5]. Perwujudan insan kamil dibahas secara khusus didalam kitab-kitab tasawuf, namun konsep insan kamil ini juga dapat dikatakan dalam kehidupan yang kontemporer.
Alloh swt tidak membiarkan kita untuk menginterprestasikan tata nilai tersebut semuanya, berstandar seenaknya, tetapi juga memberikan kepada kita Rasululah yang menjadikan uswatu khasanah. Rasullullah insan kamil, manusia paripurna, yang tidak ada satupun sisi kemanusiaan yang tidak disentuhnya selama hidupnya. Ia adalah ciptaaan yang terbaik yang hanya kepadanya kita merujuk akan akhlak yang mulia.
Allah berfirman:
“dan sesungguhna engkau (Muhammad) benar-benar memiliki akhlak yang mulia”[6]
“sesungguhnya telah ada dalam diri Rasululloh suri tauladan yang baik bagi kalian, orang-orang yang mengharapkan (keridhoan) Alloh dan kebahagiaan dunia akhirat serta banyak mengingat Alloh”[7]
Firman Allaah itu menjelaskan tentang nur atau cahaya yang menjadi sosok diri Muhammad sebagai seorang Rasullulloh rahmatan lil ‘alamin. Muhammad adalah nabi akhiruzzaman dan karena itu menjadi penutup semua nabi tedahulu yang diutus menjadi saksi, pembawa kabar gembira dan peringatan, dan untuk menjadi penyeru agama Alloh dan untuk menjadi cahaya yang menerangi.
Muhammad yang dijuluki Alloh sebagai cahaya adalah nama yang menjadi figur sentral ajaran islam. Dalam berjanji di ibaratkan bagai cahaya purnama. Cahaya yang tidak menyilaukan, cahaya yang menyejukan, dan cahaya yang romantis. Jika manusia adalah sebaik-baik penciptaan maka Muhammad adalah sebaik-baik manusia. Tak ada manusia yang mampu menandingi penciptaan Muhammad secara lahiriah, juga sifat dan juga perbuatannya.
Kehidupan nabi Muhammad adalah rujukan bagi umat manusia. Cara makan dan minum adalah standar rujukan kita untuk menjalani kehidupan sehari-hari. Demikian Alloh swt telah menjadikan suri tauladan bagi kita yang tak akan pernah berubah.

C.       Kriteria atau ciri-ciri insan kamil
Seseorang dapat dinyatakan sebagai insan kamil (manusia sempurna) jika ia mempunyai sifat-sifat yang sempurna yaitu:
·         Keimanan
·         Ketaqwaan
·         Keadaban
·         Keilmuan
·         Kemahiran
·         Ketertiban
·         Kegigihan dalam kebaikan dan kebenaran
·         Persaudaraaan
·         Persepakatan
·         Perpaduan dalam umah(bersatu)
Sifat-sifat inilah yang menjamin seseorang menjadi sempurnadan mencapai hasanah dalam dunia dan hasanah dalam akhirat. Adapun cara-cara untuk mencapai manusia sempurna yaitu dengan:
ü  Bertaubat
ü  Selalu ikhlas
ü  Selalu bersabar
ü  Selalu cermat
ü  Selalu berharap dan mempunyai rasa takut kepada Alloh
ü  Selalu memuji dan bersyukur atas segala yang diberikan kepada kita
Ciri-ciri atau kriteria insan kamil pada diri Rasululloh yaitu:
o   Sifat amanahàdapat memegang apa yang dipercayakan seseorang kepadanyawalaupun hanya sesuatuyang kita anggap sepele.
o   Sifat fathanahàsifat yang dapat membawa seseorang dalam bergaul, bermasyarakat dan dalam menjalani kehidupan untuk menuju yang lebih baik
o   Sifat siddiqàjujur. Jujur adalah  sebuah kata yang sangat sederhana sekali,dan sering kita jumpai tetapi penerapannya sangat sulit sekali dimasyarakat.
o   Sifat tablighàmenyampaikan sesuatu yang seharusnya didengar oleh orang dan berguna baginya.dan sesuatu itu  semestinya benar dan sesuai dengan kenyataan.

















BAB III
PENUTUP

KESIMPULAN
Insan kamil berasal dari dua kata yaitu al insan yang artinya manusia dan al kamil yang artinya sempurna. dalam istilah ini sebenarnya merangkumi dari tatanan nilai yang baik-baik dalam diri manusia.nilai-nilai yang baik ini menyangkut atas akhlak dan aqidah yang berdasarkan AlQuran dan as sunnah.
Penerapan sebagai insan kamil bukanlah persoalan yang mudah, karena dari segi artinya saja insan kamil adalah manusia yang sempurna. sedangkan  kita tau bahwa manusia di dunia ini tidak ada yang sempurna kecuali nabi Muhammad, karena manusia adalah tempatnya salah. Namun dalam hal ini kesempurnaan itu bukan seseorang yang tak pernah bersalah. Walaupun demikian orang yang ingin menjadi insan kamil harus menjaga dirinya supaya tidak keluar dari ajaran islam.
Seorang insan kamil juga harus menjaga diriyna dari kesalahan kesalahan yang sepele seperti tindakan tidak cermat dan tergesah-gesah. Di dunia seperti ini kita sulit untuk melihat insan kamil karena insan kamil merupakan perwujudan dari sifat-sifat dan perbuatan nabi muhammad.
Namun bila tugas beribadah dilakukan dengan sebaik-baiknya dan pelayanan terhadap sesama makhluk juga sebaik-baiknya, dan keduanya dilakukan secara seimbang maka jadilah orang tersebut sebagai manusia sempurna.



Daftar pustaka
Ali Yunasril. Dr, manusia citra ilahi,Paramadinah, Jakarta:1997
Nashori Fuad.H, 2003, Potensi-Potensi Manusia,Pustaka Pelajar,Yogyakarta:2003
Nasution Yasir Muhammad.Dr, Manusia Menurut Al-Gazali,RajaGrafindo,Jakarta:1999
http: //www.google.com/xhtml?q=insan kamil&ms-opera_mb_no&channel=bh




































































[1] QS. Al-Baqarah,2:30
[2] Al-Insan,j.II,hal.78
[3] Ibid.j.I.hh.45-6
[4] Al-Gazali,Ma’arij al-Quds,op.cit,hlm.92
[5] QS.Al Ahzab,33.21
[6] QS.Al Qolam 4
[7] QS.Al-Ahzab 21

0 comments:

Post a Comment

Ley's. Powered by Blogger.